MAKALAH
PERPAJAKAN
INTERNASIONAL
AKUNTANSI INTERNASIONAL #
Disusun Oleh :
Wiwik
Dyah Kurniawati
( 28210569 )
Chandra
DwiPutri (
21210550 )
Eka
Sari Tilawati (
22210296 )
Monalisa
Oktavia (
24210516 )
Safira
Shafa (
26210323 )
Santi
Santini (
26210362 )
Satuni (
26210417 )
Tia
Sri Rejeki Manik (
29210543 )
4 EB 20
A.
PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna
mengadakan transaksi-transaksi yang saling menguntungkan antar
negara. Transaksi
internasional
berupa
impor barang
dari luar negeri, ekspor barang ke luar negeri, adalah merupakan bagian dari transaksi perdagangan internasional.
Transaksi tersebut tentu mengakibatkan salah
seorang
penduduk dari salah satu negara
tersebut memperoleh penghasilan. Penduduk yang memperoleh penghasilan tersebut di sebut aubjek
pajak, sedangkan hasil yang diperoleh adalah obyek pajak.
Disamping kerjasama ekonomi berupa perdagangan, kerjasama antar negara juga menyangkut kerjasama
lainnya
seperti kerjasama
keamanan dan
kerjasama
dibidang sosial budaya lainnya.
Setiap kerjasama tersebut tentu harus disepakati antar negara tersebut guna mencapai komitmen
bersama, dalam bentuk perjanjian internasional
yang menyangkut kepentingan antar negara tersebut, tidak terkecuali yang terkait dengan aspek perpajakan.
Setiap penduduk asing di seluruh dunia, Tidak ada larangan jika mereka ingin melakukan usaha
di Indonesia dan bekerja di Indonesia atau menanamkan
modal di Indonesia, atas hasil yang diterima penduduk asing tersebut, dapat dikenakan pajak di negara Indonesia. Pengenaan pajak yang dilakukan di Negara Indonesia dapat
dilakukan
dengan kewenangan
yang dimiliki Negara Indonesia
sebagai pemegang
kedaulatan
hukum dan wilayah,
namun demikian
juga harus mempertimbangkan aspek
perekonomian nasional dan hubungan kerjasama
antar negara.
Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh
kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar
tidak menghambat investasi
penanaman modal
asing akibat pengenaan pajak yang
memberatkan wajib pajak
yang berkedudukan
di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk mengatur hak pengenaan
pajak yang berlaku di suatu
negara,
dimana setiap
negara dipastikan mengatur adanya pajak
di wilayah
kedaulatan
negara
tersebut. Namun apakah
setiap negara bebas
melakukan penghitungan
pajak untuk badan
/ warga negara
lain? Pajak internasional merupakan
salah satu
bentuk hukum internasional, dimana setiap negara mau tidak mau harus
tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang sering disebut Konvensi Wina.
Pengetahuan masyarakat atau wajib pajak tentang pajak internasional dirasa kurang memadai, karena hanya sedikit jumlah wajib
pajak yang terlibat dalam
transaksi internasional. Sebagian masyarakat
atau wajib
pajak yang tidak memahami
pajak internasional mungkin wajar,
karena
penduduk
Indonesia umumnya bukan subjek pajak
yang terkait dengan
aspek pajak
internasional. Akan tetapi alangkah bagusnya
jika kita mau mempelajari tentang perpajakan yang terkait dengan penghasilan
penduduk kita di negara
lain,
atau penduduk negara lain apabila memperoleh penghasilan di negara kita, hal ini guna menambah
wawasan
atau pengetahuan
manakala kelak atau saat ini kita
bersinggungan
atau bahkan
berkaitan
langsung dengan subjek pajak
yang berasal dari negara
lain.
Untuk itu, penulisan buku ini hanya merupakan sebuah pengantar tentang perpajakan
internasional
yang menyangkut tentang perpajakan
internasional
di negara Indonesia.
B.
HUKUM INTERNASIONAL
Sebelum memahami tentang pengertian pajak internasional, maka sebaiknya
kita harus mengerti tentang pengertian hukum internasional, karena
pemberlakuan pajak tidak lepas dari
ketentuan
hukum formal negara tersebut.
Sumber hukum internasional menurut piagam Mahkamah internasional adalah:
a) perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus.
b) kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima
sebagai hokum.
c) prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
d) keputusan pengadilan dari ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara
sebaga sumber tambahan
untuk menetapkan kaidah
hukum.
Hukum internasional dalam arti luas yaitu termasuk pengertian hukum bangsa-bangsa,
sebaliknya arti yang sempit mengatur hubungan antara negara-negara. Hukum internasional modern sebagai suatu sistem
hukum yang
mengatur hubungan
antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran
masyarakat
internasional
yang didasarkan atas
negara-negara nasional.
Dengan
demikian
sebelum kita memahami pengertian
pajak internasional, maka terlebih dahulu kita
harus mengetahui kaedah
hukum internasional, karena perpajakan merupakan bagian
aturan negara nasional dan
untuk
menerapkan
ke masyarakat internasional
harus mengikuti hukum
internasional
yang berlaku
antar negara.
Negara Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena ia telah mengikuti dan menandatangani
Konvensi
Wina. Konvensi internasional memiliki kekuatan
hukum yang mengikat
antarnegara yang ikut menandatangani tersebut, hal
ini karena:
a) hukum internasional merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi dari pada hukum nasional, karena menyangkut kepentingan lebih banyak masyarakat
internasional;
b) hukum internasional merupakan kehendak negara itu sendiri pada hukum internasional, dan juga
merupakan kehendak
bersama;
c) kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu mutlak untuk dapat terpenuhinya kebutuhan
bangsa untuk hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu, jika Negara Indonesia mengadakan
tax treaty (perjanjian penghindaran
pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita, namun juga karena ada asas
timbal
balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan
perjanjian tersebut.
Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional tidak bisa menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat
Indonesia telah berhubungan
dan memperoleh penghasilan di negara lain tersebut. Atau Indonesia juga tidak dapat menerapkan perpajakan
terhadap kedutaan karena
terikat
dengan
konvensi internasional, meskipun belum mengadakan tax treaty asalkan ada asas timbal
balik. Oleh karena itu hukum internasional, baik diatur secara
khusus atau tidak, jika telah disepakati
dalam dunia internasional mau tidak mau, Indonesia harus tunduk dan patuh akan
hal tersebut, tidak terkecuali dalam hal perpajakan.
C.
HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Setelah memahami hukum internasional, maka diperlukan pemahaman berikutnya
mengenai
definisi pajak dan hukum pajak. Menurut Seligman, pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari
perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang
bertalian dengan kepentingan orang
banyak (umum), tanpa dapat
ditunjukkan adanya
keuntungan
khusus terhadapnya.
Pengertian Hukum Pajak internasional
Ottmar Buhler membagi hukum pajak internasional dalam arti sempit dan hukum
pajak internasional
dalam arti luas. Hukum
pajak internasional dalam arti sempit adalah
kaedah-kaedah norma
hukum perselisihan yang didasarkan pada hukum
antar bangsa
(hukum internasional), sedangkan
hukum pajak internasional
dalam arti luas ialah kaedah-kaedah
hukum antar bangsa ini ditambah
peraturan
nasional yang mempunyai obyek
hukum perselisihan, khususnya tentang
perpajakan.
Teicher
memberikan kesimpulan
bahwa dalam hokum pajak internasional
dalam arti luas termasuk sebagai berikut :
a. hukum pajak internasional dan nasional;
b. hukum yang mengatur perjanjian pajak untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain perjanjian internasional;
c. bagian dari hukum antar bangsa yaitu :
i). peraturan hukum yang mengandung soal-soal pajak dalam hukum internasional / antar bangsa yang diakui secara umum;
ii). keputusan pengadilan internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan;
iii). apa yang telah berkembang sebagai hukum pajak pada masyarakat internasional (tertentu) seperti supranationales steuerrecht.
Menurut Rosendorff, hukum pajak internasional sebagai keseluruhan hukum
pajak nasional
dari semua
negara
yang ada di dunia.
Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang
mengatur soal penyedotan daya beli itu
di masing-masing negara. Pengertian
hukum pajak internasional
itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian pajak
ganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum
pajak internasional. Hukum pajak
internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang
mengupas suatu persoalan
yang diatur dalam
Undang-undang nasional mengenai :
a. pengenaan pajak terhadap
orang-orang luar negeri;
b. peraturan peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda;
c. traktat-traktat.
Menurut Negara-negara Anglo Sakson, hukum pajak internasional dibagi sebagai berikut :
1. hukum pajak nasional mengatur hukum pajak luar negeri (national external tax law):
2. hukum pajak luar negeri (foreign tax law);
3. hukum pajak internasional (internasional tax law).
National External Tax Law
National external Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan
mengenai pengenaan
pajak
yang
mempunyai daya kerja sampai di luar
batas-batas
negara karena terdapat unsur-unsur asing,
baik mengenai
objeknya
(sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subjeknya (subjek ada
di luar negeri).
Foreign Tax Law
Foreign tax law ialah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia.
Internasional Tax Law
Internasional tax law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internasional
dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan
hukum
antar
negara seperti traktat-traktat, konvensi, dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara
di dunia, mempunyai tujuan mengatur soal
perpajakan
antara negara yang saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan
kaedah
baik yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak
yang diterima
baik oleh negara-negara
di dunia, maupun kaedah-kaedah
nasional yang
mempunyai sebagai objeknya pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya
unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat
menimbulkan bentrokan hukum antara
dua negara atau lebih.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
i). hukum pajak internasional adalah merupakan hukum yang lebih luas baik ruang lingkup, kewenangan, dan kedudukannya;
ii). hukum ini mengatur perjanjian seluruh negara yang terkait satu sama lain dengan
negara
domisili;
iii).hukum pajak nasional adalah merupakan bagian dari hukum pajak internasional, dimana ketentuan hukum pajak nasional bila
telah diatur
dalam
hukum pajak
internasional tentang hal tersebut, maka ketentuan hukum
pajak
internasional
yang digunakan;
iv).hukum pajak internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai negara, dimana hukum
tersebut juga diberlakukan
pada hukum pajak
nasional;
v). hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah hukum pajak internasional
yang mengatur kedua negara
yang saling berkepentingan,
sedangkan hukum pajak
internasional dalam
arti luas adalah hukum pajak
internasional yang berlaku
bagi seluruh negara.
Sumber-Sumber Hukum Pajak internasional
Sumber-sumber hukum pajak internasional terlalu luas jika ingin kita kaji, sehingga dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia,
sumber-sumber
hukum tersebut antara
lain :
A. Kaedah hukum pajak nasional / unilateral yang mengandung unsur asing, antara lain :
a.Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang ”pemerintah berwenang untuk
melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran
pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak”;
b.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: Subjek Pajak Luar Negeri
dan Bentuk usaha Tetap (BUT);
c.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak;
d.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang: Peraturan Perpajakan
Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk Peraturan
Perpajakan Nasional
(Pasal 3 UU PPh) tentang:
Tidak
Termasuk Subjek Pajak Usaha Tetap;
e.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Bilamana
Terdapat Ketidakwajaran
dalam Perpajakan;
f.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri;
g.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
B. Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat:
a.Perjanjian bilateral;
b.Perjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), yang
sampai ditulisnya
buku
ini sudah ada 56 P3B;
c.Perjanjian multilateral.
Perjanjian ini seperti Konvensi Wina.
C. Keputusan Hakim Nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional.
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut tentang perpajakan internasional, atau
Keputusan Pengadilan Internasional Den Haag yang memuat
soal-soal perpajakan.
Berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemerintah berwenang
untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam
rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak.
Dalam penjelasannya,
perjanjian ini dimaksudkan
dalam rangka peningkatan
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan
negara lain diperlukan suatu
perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak
pengenaan pajak dari
masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan
pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya
mengacu
pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional
masing-masing negara. Atas dasar
tersebut maka Negara
Indonesia mengakui
Konvensi Wina tahun 1961 (CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Menurut Rochmat Soemitro, dalam hukum pajak internasional mencakup juga perjanjian bilateral perpajakan
yang disebut dengan istilah ”traktat antar negara untuk mengatur soal-soal perpajakan
dan dalam mana dapat
ditunjukkan adanya
unsur-unsur asing, baik mengenai subjeknya maupun mengenai objeknya”.
Kekuasaan negara itu tidak hanya menciptakan UU Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, namun kekuasaan ini juga tercermin dalam mana negara mempertahankan kedaulatan negara dimana
tidak ada hukum internasional mana atau
oleh siapa yang dapat membatasi wewenang ini.
Apabila negara kita tidak tunduk dan patuh terhadap hukum internasional, maka negara kita
akan diberikan sanksi secara bersama
oleh
negara yang mengikuti konvensi tersebut, dalam hal demikian Indonesia akan dikucilkan
dalam dunia internasional dan berdampak terhadap perekonomian
negara Indonesia secara keseluruhan, sehingga
mau tidak mau Indonesia harus
turut
serta menjalankan konvensi tersebut.
D.
PAJAK INTERNASIONAL
Definisi pajak internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik ini belum ada.
Penulis bersama dengan
Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak, memberanikan diri untuk mendefinisikan tentang pengertian
pajak
internasional
berdasarkan
uraian sebelumnya.
Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai
dengan Konvensi
Wina (Pacta Sunservanda).
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadap
badan atau orang asing
menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran
Pajak
Berganda
dengan negara asal atau penduduk asing tersebut.
Dalam menulis buku ini, penulis akan membahas tentang perjanjian bilateral dan konvensi internasional yang
terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda negara Indonesia dengan menggunakan pendekatan model OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development), UN (United Nations) Model dan Indonesia Model.
E.
KESIMPULAN
Untuk memahami perpajakan internasional, maka sebaiknya harus dipahami
sebab-sebab timbul perpajakan internasional, apa yang menyebabkan perpajakan
internasional perlu diatur, dan mengapa harus dijalankan, serta
apa yang
mendasari
kekuatan hukum untuk
menjalankannya.
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara. Hukum internasional
modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran
masyarakat
internasional
yang didasarkan atas
negara-negara nasional.
Hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur tentang hak pengenaan pajak di masing-masing negara.
Pengertian hukum pajak
internasional itu
merupakan
suatu pengertian yang
menggabungkan
dari pada pengertian
pajak ganda dan hukum pajak nasional.
Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan
pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar